Catatan Acak Proses Belajar

Farmers Developmental Initiatives

Inisiatif Petani untuk Pembangunan Petani

= Tulisan untuk SatuDunia.Net =

Kamis malam, 12 Oktober 2006, satu dering nada ponsel untuk SMS terdengar. Sewaktu dicek ternyata dari Adi Ogan, Ketua Ikatan Petani Advokasi (IPA) Bengkulu. Kak Adi, begitu sering dipanggil, tinggal di Kabupaten Lebong Propinsi Bengkulu, satu kabupaten yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Rejang Lebong.

Pada layar ponsel terbaca pesan:

Ipa lbong diundang kapolres berbuka bersama dg kapolda yg ikut pk tukimin, parno n aku. Inpo kss gerhan ditangan jaksa aku ktmu 6 jaksa di ktr bupati

Informasi di atas menunjukkan bahwa petani yang tergabung dalam IPA di Bengkulu, sudah dipertimbangkan oleh stakeholder-nya. Serta hal yang penting lainnya adalah telah tumbuh inisiatif petani untuk melakukan advokasi dalam rangka pembangunan petani itu sendiri. Adi Ogan sendiri merupakan satu dari puluhan petani yang pernah berproses mengawasi dan mengadvokasi Bengkulu Regional Development Project (BRDP). BRDP sendiri merupakan suatu proyek yang basis dananya dari Bank Dunia.

Di Kalimantan Selatan, IPA Kalsel dipimpin oleh Tukimin, yang tinggal di Kiram, Kabupaten Banjar. Dia dan beberapa petani/masyarakat dari beberapa desa di Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Laut, sebelumnya juga telah mengawasi, mengadvokasi dan bahkan mengajukan pengaduan resmi ke Asian Development Bank atas pelaksanaan Community Empowerment for Rural Development Project (CERDP). Pengaduan mereka merupakan yang pertama kalinya dari Indonesia yang diakui dan ditindaklanjuti oleh Special Project Facilitator Office-nya ADB.

IPA Kalsel, saat ini sedang mempersiapkan diri meningkatkan teknik-teknik advokasi mereka. Seraya mengawal inisiatif pembangunan petani yang telah mereka tawarkan secara maraton ke beberapa kalangan stakeholder mereka, baik di tingkat kabupaten dan juga propinsi. Pendekatan intensif dan juga membangun komunikasi konstruktif sudah dilakukan sejak Mei lalu dan masih terus berjalan hingga kini.

Apa yang dialami oleh petani-petani yang tergabung dalam IPA, bukanlah terjadi dengan tiba-tiba. Itu merupakan proses panjang dalam sebuah perjalanan Community Centered Advocacy (Advokasi Berpusat pada Komunitas, yang dalam hal ini dilakukan oleh petani-petani pada beberapa proyek pembangunan yang dananya berasal dari utang luar negeri).

CCA sebelumnya telah dilakukan untuk mengawasi beberapa proyek utang maupun non utang di sektor pertanian/perdesaan di beberapa propinsi, seperti Jawa Tengah, Kalimantan Barat (bermitra dengan YMM), Riau (dengan RM dan kemudian YMI), Bengkulu (dengan Yasva dan kemudian Kanopi) dan Kalimantan Selatan (dengan LK3 dan YCHI). Pelaksanaan CCA sama sekali tanpa pendanaan dari multilateral development banks, dan sepenuhnya menggunakan “software” advokasi berbasis monitoring partisipatif atau ABMP yang selalu dikembangkan YDA Solo bersama mitra petani maupun mitra LSM sejak 1998.

===

Sebelumnya, pada hari yang sama, siang menjelang sore hari, lima petani dari Pokja KTB Tawangmangu (Karanganyar, Jawa Tengah) juga bertandang ke YDA Solo. Berboncengan sepeda motor mereka turun dari lereng Gunung Lawu. Meski cuaca musim kemarau yang sangat panas, mereka tetap berpuasa.

Datang sambil membawa beberapa kilogram produk kelompok, berupa minuman kesehatan sari wortel asli Tawangmangu. Dikemas dalam kantong-kantong plastik transparan, produk ini merupakan pesanan konsumen melalui YDA Solo.

Pokja KTB (Kelompok Kerja dari Kelompok-kelompok Tani di Desa Blumbang) dalam bulan September/Oktober 2006 sedang mengalami euphoria pengembangan akses petani ke pasar, khususnya bagi produk mereka yang berbahan baku wortel. Dalam waktu 5 (lima) minggu, Pokja KTB tercatat telah mengolah sekitar 200 kilogram wortel segar asli Tawangmangu menjadi sari wortel siap seduh. Promosi dan pemasaran perdana sari wortel ini dilakukan kelompok ini sendiri, dan sebagian dibantu oleh YDA Solo dan atas dukungan CRS Indonesia.

Di sore yang panas itu, terjadilah obrolan panjang, saling berbagi pengalaman mempromosikan dan menjual produk ini. YDA Solo membagikan pengalaman dalam mengemas, mempromosikan dan menjual produk ini, demikian juga Pokja KTB.

Pada kesempatan ini, YDA Solo menceritakan kembali bagaimana proses pengemasan produk yang diberi label Worta, yang kemudian dibawa ke acara Program Consolidation Meeting (PCM) mitra program pertanian CRS Indonesia di Jakarta (minggu terakhir September). Apa saja tanggapan para pembeli dan peminat produk ini juga disampaikan. Bahkan proses promosi melalui teknologi internet, yakni web log, juga diperbincangkan.

Sebetulnya, proses yang dilakukan YDA Solo di Jakarta dan melalui promosi web log, selintas sudah sempat disampaikan ke Pokja KTB dua minggu sebelum bertandang (minggu pertama Oktober). Meski selintas, pengalaman tersebut menumbuhkan inspirasi baru bagi Pokja KTB. Mereka merencanakan melakukan kampanye produk (promosi) di tingkat desa dengan memanfaatkan masa lebaran tahun ini.

Menurut petani, sebagai upaya pengenalan produk ini untuk kalangan yang lebih luas, setiap rumah tangga anggota diwajibkan menghidangkan minuman sari wortel segar Tawangmangu dalam perjamuan lebaran. Harapan mereka, para tamu yang bertandang ke rumah-rumah anggota akan mengenalnya dan kemudian bertumbuhlah permintaan.

===

Dua kisah nyata di atas, mungkin menampakkan perbedaan isu yang diangkat. Namun pada dasarnya sama, membantu masyarakat petani Indonesia memecahkan masalah, dalam rangka memenuhi hak-haknya. Hal semacam ini tentunya juga telah dilakukan oleh banyak kalangan di Indonesia.

Sudah sejak lama, telah banyak inisiatif-inisiatif yang muncul dari kalangan non petani yang ditujukan untuk membantu petani. Saat ini, sudah waktunya inisiatif itu muncul dari petani-petani sendiri bukan justru dari kalangan non petani. Apakah itu inisiatif advokasi maupun inisiatif pembangunan.

Oleh karenanya, jika sekarang banyak pihak mengusung jargon revitalisasi pertanian, maka sudah selayaknya itu diubah menjadi revitalisasi petani melalui pembangunan petani. Capacity building for farmers/peasants. Hanya dengan cara demikian petani dapat diposisikan terhormat, selayaknya aktor penting bangsa ini lainnya. Bukannya malah dianggap sama dengan alat produksi, yang dapat dipacu jika dibutuhkan atau dibuang begitu saja jika sudah uzur, sebagaimana yang masih sering terjadi dan terlihat di negri ini.

(Muhammad Riza)

1 Comment:

Bimo Septyo Prabowo said...

salam kenal

http://bimoseptyop.blogspot.com